ISEN.ID, JAKARTA -- Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo memprediksi pada 2024 pembiayaan syariah akan tumbuh 10,25 persen. Sementara untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) syariah diperkirakan ikut tumbuh sebesar 11,43 persen pada tahun depan.
"Pembiayaan syariah tumbuh 10,25 persen pada 2024," ujar Banjaran di acara BSI Sharia Economic Outlook 2024, yang diselenggarakan Jumat (17/11/2023) di Kantor Pusat BSI Gedung The Tower, Jakarta.
Menurut Banjaran, pendorong utama pembiayaan syariah adalah dari sektor konsumsi. Ia pun memprediksi sektor konsumsi akan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi pada 2024, hal ini lantaran tingkat konsumsi 2024 diprediksi masih bertahan tinggi, dengan kondisi suplai dari manufaktur yang konsisten berada di zona ekspansif (PMI Manufacture lebih dari 50). Hal ini menandakan keyakinan konsumen yang terjaga. Salah satu pendorongnya adalah adanya Pemilihan Umum 2024.
Seluruh lapangan usaha diprediksi tumbuh positif pada 2024, didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga. BSI pun optimistis bahwa perbankan nasional dapat mencapai pertumbuhan DPK 7,65 persen yoy dan pembiayaan sebesar 8,39 persen yoy hingga akhir tahun ini.
Sedangkan tahun depan, perbankan nasional diprediksi akan tumbuh sebesar 8-10 persen yoy untuk DPK dan 9-11 persen yoy untuk pembiayaan. Bahkan, kinerja perbankan syariah diproyeksikan masih berada di atas perbankan nasional. Sehingga, industri perbankan syariah masih berpeluang tumbuh progressif di tengah tantangan ketatnya likuiditas.
Banjaran juga memprediksi kinerja perbankan syariah diproyeksikan masih berada di atas perbankan nasional. Oleh karena itu, lanjutnya, industri perbankan syariah masih berpeluang tumbuh progressif di tengah tantangan ketatnya likuiditas.
"Tahun depan BSI optimis perekonomian tetap tumbuh positif di atas 5 persen. Karenanya perlu peningkatan peran perbankan syariah dalam proyek strategis nasional, seperti hilirisasi dan pendalaman pasar keuangan," ujarnya.
Saat ini, lanjut Banjaran, tingkat global ekonomi menurutnya masih akan melambat. Faktornya antara lain kebijakan moneter yang ketat dari bank sentral negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Seperti suku bunga acuan bank yang masih dijaga tinggi sejak 2023.
Namun, Banjaran menilai untuk kondisi inflasi global justru semakin terkendali, meskipun masih ada risiko kenaikan harga komoditas yang didorong oleh ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina atau Israel-Palestina. Selain itu, terdapat risiko dari perubahan iklim dan gangguan cuaca El Nino yang berpotensi menghambat produksi pangan hingga paruh awal 2024.
Hal itu akan membuat pelonggaran suku bunga acuan diprediksi akan dilakukan pada semester kedua 2024. Di saat yang sama, terdapat risiko dari meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global akibat dinamika politik dari pemilihan presiden AS. Namun, ia optimistis perekonomian nasional masih akan melanjutkan pertumbuhan positif di kisaran 5-6 persen seperti yang terjadi sepanjang tahun ini.