ISEN.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM akan mengawal kewajiban sertifikasi halal bagi UMKM yang diundur dari Oktober 2024 menjadi 2026, termasuk memperkuat sosialisasi dan literasi para pelaku usaha terkait kebijakan ini.
“Sehingga pelaku UMKM bisa lebih mudah, cepat, agresif untuk bisa terlibat dalam inisiatif ini untuk mendaftar diri,” ujar Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Riza Damanik dalam media gathering di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/5).
Ia menambahkan, Kemenkop UKM juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memvalidasi dan memperkuat data UMKM yang membutuhkan sertifikasi halal.
Riza meyakini bahwa dengan literasi yang kuat terkait sertifikasi halal, semua isu dan permasalahan yang terkait dengan hal tersebut dapat diselesaikan tuntas pada tahun 2026.
Pemerintah mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk usaha mikro dan kecil (UMK), dari semula Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. Ini berlaku di antaranya untuk produk UMK makanan dan minuman, obat tradisional, herbal, produk kimia kosmetik. Sementara itu, tenggat waktu wajib sertifikasi halal untuk produk-produk dari usaha kategori menengah dan besar tetap Oktober 2024.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5) mengatakan penundaan kewajiban sertifikasi halal untuk usaha mikro dan kecil ini salah satunya disebabkan oleh rendahnya pencapaian target sertifikasi halal per tahun.
Ia menyebut saat ini target yang diharapkan adalah 10 juta sertifikasi halal per tahun, tetapi baru tercapai sekitar 4 juta.
Airlangga lebih lanjut menyampaikan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki nomor induk berusaha (NIB). Oleh karena itu, pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kaki lima untuk mendapatkan NIB terlebih dulu sebagai syarat sertifikasi halal.
"Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi," kata dia.