Selasa 09 Jul 2024 16:29 WIB

Di Balik Batalnya Akuisisi BTN, Bank Muamalat Tepis Isu Fraud

Saat ini kinerja keuangan Bank Muamalat dalam kondisi solid.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan melakukan aktivitas di banking hall kantor cabang Muamalat Tower, Jakarta.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Karyawan melakukan aktivitas di banking hall kantor cabang Muamalat Tower, Jakarta.

ISEN.ID, JAKARTA -- Corporate Secretary Bank Muamalat Hayunaji menampik tudingan adanya isu fraud di Bank Muamalat. Ia memastikan, saat ini kinerja keuangan Bank Muamalat dalam kondisi solid.

"Kinerja keuangan Bank Muamalat dalam kondisi solid yang antara lain ditandai dengan stabilnya penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran pembiayaan," tegasnya kepada Republika, Selasa (9/7/2024).

Baca Juga

Hayunaji mengatakan, pihaknya belum menerima informasi resmi terkini terkait rencana merger antara Bank Muamalat dengan BTN Syariah. Ia menekankan bahwa hal tersebut merupakan ranah dari BPKH selaku Pemegang Saham Pengendali (PSPP) Bank Muamalat.

"Kami akan mengikuti arahan dari PSP. Kami mengapresiasi upaya semua pihak dalam proses rencana merger antara Bank Muamalat dengan BTN Syariah," ujar Hayunaji.

Ia menjelaskan, merger merupakan salah satu aksi korporasi yang bersifat non-organik yang terpisah dari kegiatan organik atau business as usual. Dengan demikian hal ini tidak berdampak dan tidak mengganggu kegiatan organik atau business as usual baik untuk kegiatan bisnis maupun operasional Bank Muamalat.

"Kami senantiasa fokus pada kepentingan nasabah dan pemegang saham, khususnya dalam melayani aktivitas perbankan sehari-hari dengan mengedepankan tata kelola yang baik dan sesuai peraturan yang berlaku," tuturnya.

Sebelumnya, pimpinan Komisi VI DPR Mohamad Hekal mengaku adanya kekhawatiran perihal dana haji karena Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kini merupakan Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Muamalat. "Dalam perjalanannya, kelihatannya prosesnya tertunda-tunda, bahkan ada isu bahwa di dalam Bank Muamalat ini ada terjadi fraud sehingga kita khawatir kalau BTN diberikan beban untuk menyelamatkan ini," ujar Hekal di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/7/2024).

Ia menyebut harus ada pendalaman terhadap Bank Mualamat, terutama terkait dana haji. Hekal juga menyinggung soal peran BPKH di Bank Mualamat yang dinilai tak memiliki kompetensi di sana.

"Sudah diputuskan langsung oleh Dirut (Direktur Utama Bank BTN Nixon Napitupulu) bahwa BTN tidak akan meneruskan akuisisi daripada Bank Muamalat, artinya ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam isinya Bank Muamalat. Mungkin itu harus didalami, kita tentu akan share juga dengan teman-teman kita di Komisi VIII maupun Komisi XI sebetulnya ada apa sih di Bank Muamalat, kenapa sampai BTN tidak mau meneruskan dan kami juga ada tanda tanya memang kenapa Bank Muamalat dimiliki dan dikelola oleh BPKH," ujarnya.

Sebelumnya, Dirut BTN Nixon Napitupulu menyampaikan bahwa pada dasarnya BTN tetap harus menjaga kesepakatan dengan Bank Muamalat. "Tapi secara umum kami sampaikan kepada pemegang saham baik pak Menteri (Menteri BUMN Erick Thohir) dan Wamen (Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo) dan kami sudah menyampaikan ke OJK tapi belum kami sampaikan di keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang tidak bisa kami sampaikan," ujar Nixon.

Aksi korporasi ini diharapkan rampung sebelum Oktober 2025. Rencananya, merger kedua bank tersebut akan membentuk bank umum syariah (BUS) yang akan fokus di segmen kredit pemilikan rumah (KPR), baik subsidi maupun nonsubsidi.

Dalam proses tersebut, BTN sudah menunjuk sekuritas, kantor akuntan publik (KAP), dan firma hukum terbesar di Indonesia untuk melakukan due dilligence. Aksi korporasi ini merupakan harapan dari POJK nomor 12 tahun 2023 yang mewajibkan bank syariah harus spin off apabila jumlah asetnya telah mencapai Rp 50 triliun atau 50 persen dari total aset induk, dan harus diselesaikan selambat-lambatnya dua tahun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement