ISEN.ID, JAKARTA — “Mega Merger In The Pandemic Era: Kepemimpinan dan Tantangan Merger Bank Syariah Indonesia” judul buku yang menjadi bagian dari sejarah perjalanan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebagai lokomotif ekonomi syariah nasional, menjadi bahasan diskusi buku para petinggi media. Buku yang ditulis oleh Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, tersebut diharapkan menjadi salah satu acuan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia masa depan.
Hadir sebagai pembedah buku, Pemimpin Redaksi (Pimred) Republika Elba Damhuri mengatakan, keberhasilan merger BSI tak lepas dari "Trisula Maut", sebutan yang awalnya dipakai untuk para pengambil keputusan saat merger bank Mandiri pada 1999, yakni Presiden RI BJ Habibie, Menteri BUMN Tanri Abeng dan Dirut Bank Mandiri Robby Djohan.
"Sekarang dalam proses merger BSI juga ada 'Trisula Maut' yakni Presiden Joko Widodo, Menteri BUMN Erick Thohir dan Dirut BSI Hery Gunardi. Saya melihat tiga sosok ini sangat penting dalam keberhasilan BSI sekarang," ujar Elba di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Peran Presiden Joko Widodo dalam memberikan arahan agar BSI menjadi bank syariah moderen yang universal dan diterima masyarakat diwujudkan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir dengan langsung memberikan target pencapaian menjadikan BSI sebagai bank global.
"Pak Hery berhasil menerjemahkan ke berbagai strategi dan kematangan experience Pak Hery sehingga migrasi berjalan dengan sangat smooth dan "Trisula Maut" ini jadi faktor penentu keberhasilan," tutur Elba.
Sebagai leader, Hery mampu menerapkan kepemimpinan transformasional yang notabene merupakan salah satu kunci sukses dalam proses merger. Dia mampu meningkatkan motivasi dan moralitas karyawan dalam proses merger dan menjadikan BSI masuk dalam deretan Top 10 Global Islamic Bank.
Elba menambahkan, proses merger yang dilakukan pada masa pandemi menjadi anomali di industri perbankan. Pasalnya, media selalu bicara industri paling berkilau brightening di pandemi adalah kesehatan dan teknlogi.
"Tiba-tiba di Indonesia ada prajurit-prajurit biasa di industri keuangan ada yang merger. Sementara kalau dilihat dari industri keuangan konvensional minus. Sementara pembiayaan bank syariah selama tiga tahun selama pandemi itu double digit dan kinerja yang bagus . Memang anomali yang berbeda," ujar Elba.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan, sebenarnya aksi merger memiliki resiko gagal yang tinggi. Karena, saat perusahaan melakukan penggabungan usaha, tantangan terberatnya adalah penyelarasan budaya atau kultur setiap perusahaan.
"Merger hampir 70 persen sampai 75 persen di dunia itu gagal, yang sukses itu hanya 25 persen sampai 30 persen," kata Hery.
Hery memaparkan, setelah merger, BSI berhasil mencapai target ROE di atas 18 persen dan masuk dalam Top 10 Global Islamic Banks dari sisi kapitalisasi pasar pada Maret lalu. Pencapaian luar biasa ini berhasil diraih satu tahun lebih awal dari yang ditargetkan perusahaan yakni pada tahun 2025 mendatang.
Hasil dari merger tiga bank syariah milik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) membawa manfaat besar bagi BSI. Di antaranya BSI sukses memperbesar skala bisnis dan meningkatkan jumlah nasabah secara signifikan. Setelah merger jumlah nasabah BSI meningkat lebih dari 5 juta nasabah menjadi 20 juta pada maret 2024.
Dari sisi aset BSI pada periode Maret 2024 kuartal pertama tahun ini tumbuh sebesar 14,25 persen (yoy) dengan aset hampir Rp 360 triliun. BSI bahkan sudah menjadi bank di urutan keenam yang menguasai industri finansial di Indonesia.
Hery Gunardi optimistis BSI mampu menjangkau lebih banyak masyarakat di Tanah Air, mengingat masih banyaknya masyarakat yang belum terlayani dan memiliki akses terhadap perbankan. BSI akan terus melakukan transformasi, termasuk teknologi dan digital, serta menjadi bank syariah yang mampu bersaing dan kompetitif, sehingga BSI memenuhi segala kebutuhan berbagai segmen konsumen dari segi bisnis apapun.