ISEN.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Dzikro menegaskan kehadiran Komite Fatwa Produk Halal BPJPH tidak lantas mengeliminasi tugas dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia menerangkan, keduanya merupakan partner kerja dalam memfatwakan kehalalan produk.
"Komite Fatwa tidak menggantikan Komisi Fatwa, kami memandangnya sebagai partner kerja, dan memang lingkup objek yang difatwakan berbeda," jelasnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Lebih lanjut ia menerangkan, Komite Fatwa bertugas untuk mengeluarkan fatwa dari pengajuan sertifikasi halal dengan melalui self declare. Sementara itu, Komisi Fatwa MUJ memfatwakan produk-produk yang mengajukan sertifikasi halal secara reguler.
"Kenapa seperti itu? Filosofinya adalah untuk percepatan, karena usulan untuk sertifikasi halal cukup banyak jadi ada pembagian wilayah yang skemanya berbeda," kata dia.
Pada 2023 ini, BPJPH mentargetkan 1 juta sertifikasi halal secara self declare. Layanan pemberian sertifikasi halal gratis melalui mekanisme self declare, diberikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Pemerintah saat ini sedang fokus dalam mengembangkan UMKM karena memiliki potensi strategis dalam kegiatan industri halal, yang meliputi sektor makanan dan minuman, fesyen, kosmetik, farmasi, parawisita, media, serta jasa keuangan. Menurut BPJPH, sebanyak 30 juta produk usaha membutuhkan sertifikasi halal.
Namun hingga kini, baru sekitar 725 ribu produk yang bersertifikat halal dan 405 ribu di antaranya berasal dari sektor UMKM. Jika dibandingkan dengan total UMKM di Tanah Air yang mencapai 64,2 juta, jumlah ini masih sangat kecil sehingga dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak untuk mendorong akses sertifikasi halal.
Padahal, berdasarkan ketentuan, setelah tanggal 17 Oktober 2024, bagi pelaku usaha makanan dan minuman, hasil sembelihan, serta jasa penyembelihan, harus bersertifikat halal. Jika belum maka akan terkena sanksi.