ISEN.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah perlu memperkuat implementasi governance, risk, and compliance (GRC) terintegrasi. Komisaris Utama BSI Muliaman D Hadad mengungkapkan kunci agar membangun GRC lebih terintegrasi.
"Ada beberapa hal penting yang menjadi fokus agar GRC menjadi lebih terintegrasi. Pertama adalah teknologi," kata Muliaman dalam acara Seminar Nasional Asbisindo, Rabu (6/5/2023).
Muliaman menuturkan teknologi memiliki peran penting dalam menerapkan GRC terintegrasi. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana perbankan syariah meningkatkan teknologi untuk membangun GRC yang lebih terintegrasi.
Hal penting kedua yaitu membangun GRC yang lebih agile. Muliaman menilai, GRC yang agile dapat mengantisipasi berbagai tantangan termasuk cyber risk. Ketiga yaitu agenda besar penerapan GRC ke depan terkait kultur, terutama budaya risiko.
“Kita ketahui bersama harus membangun risk culture dan educate staff untuk membangun teknologi. Membangun risk culture ini menjadi sesuatu yang terus-menerus berlanjut,” ungkap Muliaman.
Lalu keempat yaitu membangun isu prinsip environmental, social, dan governance (ESG) di dalam konteks GRC. Selanjutnya, kelima, yakni pengetahuan mengenai GRC yang perlu didorong, terutama di kalangan top management.
Keenam yaitu perubahan peraturan mengenai GRC. Muliaman menuturkan, framework tersebut diperlukan sehingga perbankan kita bisa mengembangkan manajemen risiko, compliance, dan governance.
"Kemudian ada istilah penting, yaitu AI sehingga data driven manner itu penting. Kita di dalam ekosistem, jadi data driven manner itu harus menjadi part of our GRC in the future," jelas Muliaman.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Hery Gunardi mengatakan, GRC terintegrasi mensinergikan antara government structure, risk management, dan juga compliance. Selain itu juga mensinergikan environment dan juga sosial.
Hery mengatakan, framework GRC menjadi salah satu langkah strategis dalam menciptakan suitability performance.
"Kita diharapkan untuk menjaga suitability setengah berarti dari kinerja atau performance yang dimiliki oleh masing-masing unit yang kita kelola atau yang kita miliki," ungkap Hery.
Hery menambahkan, pertumbuhan bisnis perbankan syariah di Indonesia masih terus melampaui industri perbankan nasional saat ini. Baik dari sisi aset, pembiayaan, maupun dana pihak ketiga (DPK) yang ketiganya tumbuh double digit.
Aset perbankan syariah nasional pada posisi Mei 2023 tumbuh 15,52 persen secara tahunan. Selain itu juga pembiayaan tumbuh 19,27 persen secara tahunan dan DPK menanjak sekitar 15,02 persebn. Sementara itu pada periode yang sama, aset perbankan nasional tumbuh 6,96 persen, pembiayaan 9,39 persen, dan DPK 6,55 persen.
Hery menilai, tingkat pertumbuhan tersebut merupakan indikator yang menunjukan masih besarnya potensi industri perbankan syariah nasional.
"Hal itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan oleh bank-bank syariah di Indonesia," kata Hery.