ISEN.ID, JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Pertama, tak hanya Indonesia yang sedang berusaha untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Ia mencontohkan, tak hanya Indonesia yang sedang berusaha menarik para wisatawan Muslim dengan pariwisata yang ramah Muslim. Bahkan, negara seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand pun juga melakukannya.
"Banyak negara yang berlomba-lomba melayani turis-turis dari negara Muslim," ucap dia dalam Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa yang diikuti secara daring, Jumat (29/9/2023).
Saat ini, lanjut Juda, Indonesia memiliki potensi yang amat besar untuk menarik para wisatawan Muslim. Terbukti, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk tujuan wisata yang ramah Muslim.
Tantangan selanjutnya adalah, saat ini pangsa keuangan atau ekonomi syariah di Indonesia masih berada di angka 7-8 persen.
Selain itu, penggunaan teknologi dan digitalisasi dalam ekonomi syariah pun masih banyak yang perlu ditingkatkan, termasuk urusan pengurusan sertifikasi halal. Saat ini, pemerintah juga sudah gencar mengkampanyekan self declare untuk para pelaku UMKM agar bisa mengantongi sertifikat halal untuk mempermudah para pelaku usaha melakukan ekspor produk halal.
"Tantangan harus dicarikan solusi bersama-sama, untuk mencarikan potensi yang besar tadi, sekaligus mewujudkan visi dari Bapak Presiden dan Wakil Presiden, bahwa Indonesia harus menjadi pusat industr halal dunia ke depannya," ujar dia.
Sejumlah pencapaian di industri halal juga Juda sampaikan dalam Festival Eksyar tersebut. Hingga semester I 2023 industri halal mengalami pertumbuhan mencapai 4,4 persen secara tahunan. Untuk pertumbuhan pembiayaan syariah dari perbankan tumbuh 14,52 persen secara tahunan. Jumlah tersebut tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri perbankan konvensional sebesar 9,06 persen secara tahunan.
Saat ini, BI mengembangkan ekonomi syariah dalam tiga pilar. Salah satunya adalah pemberdayaan sektor riil yang sejalan dengan pengendalian inflasi. Pada pesantren, pengembangan halal value chain dilakukan secara hulu ke hilir, mulai dari produksi, distribusi, hingga digitalisasi.