ISEN.ID, TANJUNGPINANG -- Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kepulauan Riau mengingatkan pelaku usaha bahwa tanggal 17 Oktober 2024 merupakan batas akhir sertifikasi wajib halal bagi produk-produk makanan, minuman hingga hasil penyembelihan.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), di mana produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di tanah air wajib bersertifikat halal. Kemudian, turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
"Makanya, kami gencar mensosialisasikan kepada masyarakat dengan melibatkan berbagai organisasi, salah satunya perguruan tinggi," kata Kepala Kanwil Kemenag Kepri Mahbub Daryanto di Tanjungpinang, Rabu (13/3/2024).
Selain itu, kata dia, Kemenag Kepri juga telah membentuk pendamping halal yang berjumlah sebanyak 623 orang. Sementara secara nasional total pendamping halal mencapai 60 juta orang.
Para pendamping halal di Kepri berasal dari berbagai lembaga dari perguruan tinggi, seperti STAIN SAR Tanjungpinang hingga Politeknik Batam.
"Pendamping halal bertugas memberikan pembinaan sekaligus para pelaku usaha, terutama UMKM dalam rangka bagaimana mendapatkan sertifikat halal," ujarnya.
Mahbub menyampaikan Kemenag RI sepanjang tahun 2022 hingga 2024 telah membuat program Sehati atau sertifikat halal gratis bagi pelaku UMKM dengan omzet Rp 500 juta ke bawah per tahun.
Untuk tahun 2023, lanjutnya, Kepri dapat jatah 8.886 kuota sertifikasi halal, namun melampaui target hingga 13 ribu, dan sertifikat yang sudah keluar mencapai 10 ribu. Sedangkan untuk tahun 2024, kuota sertifikasi halal secara nasional mencapai 1 juta sertifikat.
"Khusus Kepri, kita sepakat pendamping halal bergerak bersama membina pelaku UMKM. Sekali lagi ditekankan, UMKM yang bisa mendapatkan sertifikat halal gratis itu beromzet Rp500 juta ke bawah," ungkapnya.
Sementara bagi pelaku UMKM maupun perusahaan-perusahaan industri dengan omzet Rp 500 juta ke atas dikenai biaya pengurusan sertifikasi halal, yaitu di kisaran Rp 650 ribu.
Adapun manfaat mengurus sertifikat halal, di antaranya melindungi umat Muslim dari produk-produk tidak halal. Apalagi penduduk Indonesia didominasi beragama Islam yang tidak semuanya memahami apakah produk yang mereka beli halal atau tidak.
Kemudian, dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk yang dijual pelaku usaha, sehingga omzet pelaku usaha semakin meningkat.
"Label halal juga salah satu syarat kalau produk kita mau masuk ke luar negeri, contohnya ke Malaysia," ucapnya.
Lanjut Mahbub menambahkan syarat-syarat mengurus sertifikat halal, antara lain bahan yang digunakan untuk memproduksi produk misalnya kue, harus bersertifikat halal.
"Contohnya bahan tepung, harus berlabel halal," ungkapnya.
Kemudian ketika proses produksi halal, tidak terkontaminasi dengan produk-produk tidak halal. Lalu, produksi makanan yang dijual dengan rumah tangga harus berbeda.
Setelah itu, pendaftar cukup menyerahkan KTP, produk halal, dan nomor induk berusaha. Pelaku usaha tidak perlu khawatir, karena ada pendamping halal yang siap mendampingi proses pengurusan sertifikasi halal hingga selesai.
"Mulai dari mengakses layanan Online Single Submission (OSS), lalu memperoleh NIB, hingga mengisi formulir terkait bahan baku maupun proses produksi produk UMKM itu sendiri," kata Mahbub.