Rabu 28 Aug 2024 16:50 WIB

PR Besar Ekonomi Syariah dalam 5 Tahun Terakhir

Menurut Wapes kontribusi keuangan syariah memperkuat ketahanan ekonomi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Jurnalis melitas didepan layar slide paparan dalam acara BSI Sharia Economic Outlook 2024 di Jakarta, (ilustrasi)
Foto:

 

Prestasi ekonomi syariah

Melalui kebijakan top-to-bottom serta keterlibatan berbagai stakeholder, beberapa capaian telah diraih Indonesia. Pertama, peringkat Indonesia di sektor ekonomi syariah meningkat.

Terbukti,  Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard di Dubai, Uni Emirat Arab pada Desember tahun lalu. Sebelumnya pada 2022, Indonesia berada di posisi keempat, kini menduduki peringkat ketiga, di bawah Malaysia dan Arab Saudi.

Indonesia juga meraih peringkat pertama dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 dan 2024. Penghargaan lainnya adalah peringkat ketiga dalam Islamic Finance Development Indicator (IFDI), sebelumnya pada 2018 Indonesia berada di peringkat keenam. Prestasi selanjutnya adalah peringkat ketiga dalam Global Islamic Fintech Report 2023 yang juga dirilis oleh DinarStandard.

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) di 10 provinsi, indeks literasi ekonomi syariah saat ini masih di angka 28,01 persen. Itu berarti dari 100 orang Indonesia, hanya 28 orang yang memahami mengenai ekonomi dan keuangan syariah.

Tantangan ekonomi syariah

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional menghadapi empat tantangan yang harus diatasi bersama. Empat tantangan tersebut adalah literasi ekonomi syariah yang masih rendah, tingginya ketergantungan terhadap bahan baku halal dari luar negeri, rendahnya pangsa keuangan syariah, hingga potensi pasar yang besar baik dari dalam negeri dan luar negeri belum tergarap dengan baik.

"Masih tingginya ketergantungan kita terhadap bahan baku halal dari luar negeri baik itu daging maupun bahan turunan seperti emulsifier yang banyak digunakan dalam industri makanan. Tentu saja target (literasi ekonomi syariah) ke depan 2025 sebesar 50 persen perlu terus kita upayakan," ujarnya.

Guna mendukung pengembangan ekonomi syariah, pada akhir tahun lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah meluncurkan Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Tahun 2023-2027 yang berfokus pada empat program prioritas. Pertama, akselerasi dan kolaborasi program edukasi keuangan syariah. Kedua, pengembangan model inklusi dan akses keuangan syariah.

Ketiga, penguatan infrastruktur literasi dan inklusi keuangan syariah serta dukungan dan aliansi strategi LIKS dengan kementerian/lembaga dan stakeholder. Keempat, pengembangan kemitraan dengan pemangku kepentingan yang memiliki potensi atau irisan sinergi dan kolaborasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari menjelaskan bahwa OJK juga mengakselerasi industri keuangan syariah Tanah Air dengan menggandeng para stakeholder terkait yang mencakup organisasi, media, sektor keuangan, pemerintah daerah, hingga akademisi.

"Secara khusus OJK telah membentuk POKJA LIKS, yatu Kelompok Kerja Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah yang beranggotakan pihak terkait seperti DSN MUI, beberapa organisasi syariah lainnya dan juga stakeholder lainnya," jelasnya dalam webinar nasional ISEI 'Urgensi Produk Halal untuk Ekonomi Indonesia Berkelanjutan' di Jakarta, Senin (26/8/2024).

Berdasarkan data yang dimiliki Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) hingga Juni 2024, kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 46,71 persen. Untuk industri halal dan kewirausahaan syariah, total sudah ada 1.815.758 sertifikat halal terbit per 7 Juni 2024 atau tumbuh 33 persen dari 2023. Capaian positif lainnya adalah nilai ekspor produk halal dalam 5 tahun terakhir pun meningkat 11,52 persen. 

"Total kontribusi aset keuangan syariah hingga Maret 2024 adalah Rp 2.650,61 triliun atau tumbuh 9,52 persen dengan pembiayaan syariah UMKM terintegrasi naik menjadi Rp 162 trilun, kemudian KPBU syariah dengan 16 proyek sebesar Rp 20,35 triliun," rinci Direktur KNEKS Sutan Emir Hidayat kepada Republika, Rabu (28/8/2024). 

Untuk wakaf uang tercatat berkontribusi sebanyak Rp 2,56 triliun atau tumbuh 212 persen. Emir pun merinci CWLS berkontribusi Rp1,01 triliun dengan 12 seri penerbitan per 31 Mei 2024. Kemudian, dalam infrastruktur ekonomi syariah pun capaian di 5 tahun terakhir adalah terbentuknya KDEKS di 30 provinsi serta terwujudnya Master Plan Industri Halal Indonesia 2023-2029.

"Dalam kurun waktu lima tahun juga telah dilakukan peresmian fasilitas riset dan inovasi produk halal berbasis maritim nasional BRIN di Lombok Utara. Rancangan Perpres Ratifikasi Indonesia dengan UEA CEPA juga telah selesai, pusat data ekonomi syariah juga sudah menampilkan 80 data aset dari 19 produsen data, kemudian MEKSI 2025-2029 dalam penyusunan dan yang terpenting adalah berhasilnya pelaksanaan Halal Festival, Fesyar KTI dan Penghargaan Adinata Syariah," rinci Emir.

Ia pun merincikan beberapa pekerjaan rumah yang harus dilakukan ke depan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Pertama, penguatan Bank Pembangunan Daerah Syariah (BPD Syariah), unit usaha syariah (UUS) dan BPRS milik pemerintah daerah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement