ISEN.ID, JAKARTA -- Potensi ekonomi syariah secara global dinilai sangat menjanjikan dan akan terus tumbuh. Adanya potensi tersebut, mendorong kesungguhan pemerintah dalam memajukan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia di lingkup nasional maupun internasional.
Sebagai salah satu strategi penguatan kelembagaan, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) akan menggelar rapat pleno pada Jumat (4/10/2024) lusa. Rapat pleno yang diselenggarakan di Kantor Wakil Presiden RI ini guna menindaklanjuti arahan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin yang meminta segera disusunnya program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah secara inovatif, terarah, dan terukur.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengatakan, saat ini Indonesia semakin gemilang dalam pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk industri halal. Meskipun, masih banyak pekerjaan rumah yang menjadi tantangan sendiri.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Media Briefing Road to Rapat Pleno KNEKS 2024 yang disiarkan secara daring di instagram KNEKS. Emir pun mengungkapkan sejumlah pencapaian Indonesia dalam setahun terakhir. Salah satunya adalah, Indonesia mampu mendominasi sebagai produsen halal di negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
“Dari 30 produsen halal terbesar di negara-negara OKI, 15 produsen halal terbesar itu perusahaan-perusahaan dari Indonesia, salah satunya kosmetik,” ungkap Emir, Rabu (2/10/2024).
Membanggakannya, dominasi Indonesia tersebut tak hanya dari sektor manufaktur. Sektor pariwisata Indonesia saat ini juga sudah menjadi yang pertama dalam Global Muslim Travel Index pada 2023 dan 2024. Dalam State of the Global Islamic Economy Report 2023, Indonesia berhasil menyalip di peringkat ketiga menyusul Malaysia dan Arab Saudi yang berada di posisi pertama dan kedua. Capaian ini menjadi prestasi gemilang Indonesia, setelah dalam beberapa tahun terakhir belum mampu masuk dalam deretan 10 besar.
“Alhamdulillah, Indonesia mampu memperbaiki ranking-nya di tingkat global dalam 5 atau 6 tahun belakangan. Karena sekitar 6 tahun belakangan ini Indonesia masih di luar 10 besar, sekarang Alhamdulillah kita (Indonesia) sudah berada di posisi ketiga,” ujar Emir.
Emir menambahkan, adanya potensi tumbuhnya ekonomi dan keuangan syariah juga dapat dilihat dari total konsumsi masyarakat muslim global terhadap produk halal yang mencapai angka 2,29 triliun dollar AS. Tak hanya di kancah internasional, pangsa pasar aktivitas usaha syariah di Indonesia juga sudah mencapai 46,71 persen dari PDB atau Rp 9.826,8 triliun. Sektor halal value chain (HVC) juga terus tumbuh di angka 3,9 persen dan telah berkontribusi hampir 23 persen terhadap perekonomian nasional pada 2023. Sektor unggulan yang menjadi tumpuan HVC adalah pertanian, makanan dan minuman, pariwisata, serta fesyen.
Lebih lanjut Emir merincikan, untuk di sektor jasa keuangan syariah (SJK), pembiayaan syariah bagi para pelaku UMKM juga terus meningkat dan mencapai Rp 161,03 triliun pada kuartal I tahun ini atau 71,66 persen dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) serta hampir 60 persen dari target Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024.
Diharapkan, lanjut Emir, nilai transaksi ekonomi syariah serta tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah dapat semakin meningkat. Pasalnya, tingkat literasi ekonomi syariah masyarakat Indonesia masih cukup rendah di angka 28 persen, kemudian tingkat literasi keuangan syariah tercatat 39 persen. Sementara tingkat inklusi keuangan syariah hanya 12,88 persen.
“Yang perlu kita ingat, target dari Wakil Presiden (Ma’ruf Amin) pada tahun depan (2025) untuk mencapai 50 persen. Nah, itu yang sedang kami dorong bersama-sama,” ujar Emir.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2024, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia hanya meningkat 30 persen menjadi sekitar 39,11 persen, namun hal ini masih jauh di bawah literasi keuangan konvensional yang mencapai 65,43 persen. Peningkatan yang cukup tinggi dari literasi keuangan syariah ini, namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan inklusi keuangan syariah di mana pada tahun 2024 mencapai 12,88 persen cenderung stagnan dari tahun sebelumnya dan jauh lebih rendah dibandingkan indeks inklusi keuangan konvensional yang mencapai 75,02 persen.
Data ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang kurang memahami konsep dan produk keuangan syariah, meskipun mereka berada di negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Dalam perspektif positif, dapat dilihat juga adanya ruang bertumbuh yang cukup besar bagi ekonomi dan keuangan syariah. Kondisi ini menyoroti betapa pentingnya upaya peningkatan literasi keuangan syariah untuk memperluas inklusivitas sektor ini.