ISEN.ID, JAKARTA -- Vice Head of Center for Sharia Economic Development, Indef, Handi Risza menilai industri halal memiliki potensi besar bagi perekonomian Indonesia ke depan. Dengan lebih dari dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia, Handi memperkirakan transaksi di sektor halal diperkirakan mencapai 2,29 triliun dolar AS pada 2022 atau tumbuh 9,5 persen.
"Ekosistem industri halal bisa menjadi warna baru bagi perekonomian Indonesia dan bisa menjadi terobosan dalam membuka sumber pertumbuhan ekonomi baru," ujar Handi dalam diskusi publik Indef bertajuk "Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah" di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Dengan pertumbuhan keuangan syariah yang mencapai 3,96 triliun dolar AS pada 2022, Handi menyebut, industri halal tidak hanya menawarkan alternatif ekonomi, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan yang inklusif. Handi mengatakan sektor-sektor seperti makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, fesyen, pariwisata, media, dan rekreasi, menyimpan pasar potensial yang besar.
Handi mencontohkan belanja untuk makanan dan minuman halal juga meningkat signifikan mencapai 1,4 triliun dolar AS pada 2022. Handi juga menyoroti perkembangan industri fesyen halal yang mencatat nilai mencapai 318 miliar dolar AS atau tumbuh 8,4 persen dari tahun sebelumnya.
"Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal integrasi antarsektor. Saat ini, industri halal masih bersifat parsial dan tidak terhubung satu sama lain," ucap Handi.
Handi melanjutkan impor produk halal dari negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) mencapai 359 miliar dolar AS pada 2022, namun sebagian besar produk halal yang masuk berasal dari negara-negara seperti Cina, India, Brasil, dan Amerika Serikat. Diperkirakan, impor produk halal ke OKI akan mencapai 492 miliar dolar AS pada 2027 dengan rata-rata pertumbuhan 7,6 persen.
"OKI kini juga fokus pada ekonomi Islam sebagai prioritas pembangunan. Malaysia, Arab Saudi, dan Indonesia ini menjadi tiga negara terbesar dalam Global Islamic Economy Indicator," lanjut Handi.
Handi menyebut kehadiran undang-undang nomor 59 tahun 2024 tentang RPJPN 2025-2045 menjadi terobosan kebijakan yang mendukung penguatan ekonomi syariah di Indonesia. Dengan adanya regulasi yang jelas, ucap Handi, ekosistem industri halal dapat berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan sosial.
Meskipun demikian, terdapat beberapa persoalan yang harus diatasi. Misalnya, halal value chain yang belum terbentuk secara komprehensif dan berkelanjutan, yang berisiko terhadap kualitas produk akhir. Selain itu, praktik sertifikasi halal yang masih bersifat self-declare dapat menimbulkan keraguan mengenai kehalalan bahan dan proses produksi.
"Sertifikasi halal self declare berisiko menggunakan bahan yang diragukan halal dan proses produksinya," sambung Handi.
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang stagnan, Handi mencatat, hampir dua dekade pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka lima persen. Sektor industri pengolahan seharusnya sudah berkontribusi lebih dari 20 persen, namun saat ini hanya berkisar di angka 18-19 persen.
"Industri halal bisa menjadi alternatif yang kuat untuk merangsang pertumbuhan sektor ini," kata Handi.
Handi menambahkan ekosistem industri halal menawarkan gairah baru dalam perekonomian nasional. Dengan sinergi yang baik antarsektor dan dukungan kebijakan yang kuat, industri halal bisa menjadi mesin pertumbuhan yang efektif bagi Indonesia.