ISEN.ID, JAKARTA -- Akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS) oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menjadi sorotan di tengah upaya memperkuat industri perbankan syariah nasional. Langkah strategis ini bertujuan untuk memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, yaitu BTN Syariah, dan membentuk bank umum syariah baru yang terfokus pada sektor perumahan.
Meski disambut baik, keberhasilan akuisisi ini sangat bergantung pada implementasi operasional dan integrasi yang baik. Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri menilai langkah ini sebagai strategi yang cukup tepat, meskipun tetap menyisakan tantangan.
“Sepertinya ini adalah pilihan yang cukup tepat dibandingkan alternatif-alternatif lain, yang juga tidak banyak. Namun, keberhasilan sangat tergantung pada operasionalisasi akuisisi ini, termasuk integrasi budaya kerja dan keuangan,” ujarnya kepada Republika, Selasa (21/1/2025).
Menurut Rahmatina, BTN Syariah memiliki keunggulan unik di sektor perumahan, yang dapat menjadi daya saing utama di pasar perbankan syariah. “BTN Syariah punya keunggulan tersendiri, yaitu sektor perumahan, sehingga berpotensi mengungguli BSI (Bank Syariah Indonesia) di sektor ini. Namun, secara keseluruhan, dalam jangka pendek BSI masih sulit disaingi,” jelasnya.
BTN Syariah saat ini mencatatkan pertumbuhan aset yang signifikan. Per kuartal III 2024, aset BTN Syariah mencapai Rp 58 triliun, tumbuh 19,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 48 triliun.
Meski memiliki keunggulan, BTN menghadapi tantangan besar dalam mengintegrasikan BTN Syariah dan BVIS. Tantangan ini mencakup aspek budaya kerja, operasional, serta permodalan. Selain itu, BTN juga harus bersaing dengan bank-bank syariah lain yang telah memiliki pangsa pasar lebih besar.
“Jika sudah menjadi bank umum syariah, tantangan yang mungkin muncul antara lain integrasi budaya dan operasional, permodalan, dan persaingan dengan bank syariah lain,” tambah Rahmatina.
Aset gabungan BTN Syariah dan BVIS yang diperkirakan mencapai Rp 61,5 triliun dinilai masih jauh dari cukup untuk menyaingi Bank Syariah Indonesia (BSI), yang memiliki aset mencapai Rp 371 triliun. Dengan pangsa pasar gabungan sekitar 7 persen, BTN Syariah masih perlu kerja keras untuk menjadi pesaing yang kompetitif.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menyatakan bahwa akuisisi ini dilakukan untuk membentuk bank umum syariah melalui strategi anorganik. "BTN menilai perkembangan perekonomian syariah di Indonesia perlu didukung dengan adanya pemain yang memiliki kekuatan daya saing atau competitive advantage dengan proposisi layanan perbankan dan keuangan komprehensif untuk sektor perumahan,” ujar Nixon.
Saat ini, BTN tengah memproses persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Targetnya, seluruh proses akuisisi selesai sebelum akhir semester I-2025. Operasional BTN Syariah tetap berjalan seperti biasa selama proses berlangsung hingga resmi berubah menjadi bank umum syariah berbentuk perseroan terbatas (PT).
Akuisisi Bank Victoria Syariah oleh BTN merupakan langkah strategis untuk memperkuat pangsa pasar perbankan syariah nasional, khususnya di sektor perumahan. Namun, tantangan besar dalam integrasi dan daya saing harus segera diatasi untuk memastikan keberhasilan langkah ini. Jika berhasil, BTN Syariah berpotensi menjadi pemain penting dalam memperluas jangkauan layanan keuangan syariah di Indonesia.