ISEN.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Astera Primanto Bhakti mengatakan, perkembangan keuangan syariah dapat mendukung industri halal Indonesia. Sehingga, sektor keuangan syariah harus dioptimalkan.
"Keuangan syariah dapat mendukung industri halal Indonesia dan diharapkan akan semakin signifikan di masa yang akan datang," kata Astera dalam Webinar Merdeka Finansial dengan Produk Keuangan Syariah di Jakarta, Kamis (31/3/2023).
Astera mengatakan, keuangan syariah di Indonesia diuntungkan karena Indonesia merupakan pasar industri halal terbesar di dunia. Populasi masyarakat Muslim di Indonesia sampai saat ini masih terbesar di dunia.
"Keuangan syariah merupakan aspek yang tidak terpisahkan dari pengembangan industri halal sehingga kaitan sektor keuangan dan riil ini semakin erat," tuturnya.
Ia menuturkan, ada tiga area penting yang dapat digarap yaitu dari sisi ekspor, substitusi impor, dan pertumbuhan investasi asing langsung. Ketiga area tersebut harus dioptimalkan untuk mewujudkan Indonesia sebagai pemain penting dalam ekonomi halal.
Pada saat ini, ekonomi dan keuangan syariah Indonesia telah menunjukkan progres yang cukup baik. Pada 2022, Indonesia menempati urutan keempat dalam hal Indikator Ekonomi Islam setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Kemudian, Indonesia meraih peringkat kedua dalam halal food, peringkat ketiga dalam modest fashion dan peringkat keenam dalam keuangan syariah serta peringkat kesembilan dalam sektor farmasi dan kosmetik.
Walaupun terus meningkat, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia baik pangsa pasar global maupun pangsa pasar terhadap industri perbankan nasional, masih relatif rendah jika dibandingkan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang lain.
"Pangsa pasar bank syariah masih belum mencapai dua persen dari perbankan syariah global, begitupun juga terhadap perbankan nasional ini masih berada di bawah tujuh persen," ujarnya.
Kehadiran Indonesia dalam industri halal global diharapkan semakin signifikan di masa mendatang. Perkiraan compounded annual growth rate (CAGR) menunjukkan semua sektor industri halal berada di atas rata-rata global, kecuali farmasi. Itu menjadi peluang bagi pengembangan keuangan syariah.
Selain itu, Indonesia juga merupakan rumah bagi instrumen keuangan syariah yang inovatif, termasuk sukuk hijau ritel yang menggabungkan keuangan berkelanjutan dan keuangan Islam. Kemudian, terdapat cash-waqf linked sukuk (CWLS) yang mengintegrasikan keuangan komersial Islam dan keuangan sosial Islam.
"Sinergi dan kolaborasi seperti green sukuk ritel dan CWLS ini merupakan contoh nyata bagi Islamic comercial finance dan Islamic social finance yang terus disinergikan untuk mendukung pengembangan ekonomi halal," ujarnya.
Di samping itu, pemerintah juga secara proaktif mendukung kemajuan keuangan syariah dan juga ekonomi syariah secara umum melalui berbagai terobosan seperti Undang-undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pemerintah juga telah melakukan pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), merger bank syariah Indonesia, dan konversi bank pembangunan daerah menjadi syariah.