Ahad 06 Aug 2023 07:55 WIB

Regulasi UUS Sudah Terbit, Adakah yang Sudah Ajukan Spin Off

UUS wajib spin off dalam dua tahun setelah sudah capai 50 persen aset induk.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Ilustrasi OJK
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ilustrasi OJK

ISEN.ID,  JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sudah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) pada 12 Juli 2023. Regulasi tersebut memuat pengaturan UUS mulai pembukaan, kepengurusan, jaringan kantor, dan pencabutan izin usaha UUS atas permintaan bank umum konvensional (BUK).

Sejak regulasi tersebut diterbitkan, OJK menuturkan belum mendapatkan pengajuan pemisahan UUS.

“Setelah dikeluarkannya POJK Nomor 12 Tahun 2023 pada 12 Juli 2023, belum ada bank yang mengajukan spin off kepada OJK,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Sabtu (5/8/2023). 

Dia menjelaskan, berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2023, UUS yang wajib untuk spin off adalah yang memiliki aset mencapai 50 persen dari nilai aset BUK nya dan atau memiliki jumlah aset Rp 50 triliun. Dian menegaskan, UUS yang telah memenuhi kondisi tersebut wajib menyampaikan permohonan izin atau persetujuan paling lama dua tahun setelah POJK tersebut diterbitkan.

Meskipun begitu, Dian menuturkan keputusan untuk melakukan spin off secara voluntary berada pada manajemen bank. Hanya saja, Dian mengatakan OJK dapat meminta UUS untuk melakukan spin-off dalam rangka konsolidasi untuk pengembangan dan penguatan perbankan syariah.

“Apabila UUS memenuhi segala persyaratan sesuai ketentuan, maka setelah spin off nantinya UUS tersebut akan menjadi sebuah bank umum syariah (BUS) yang merupakan perwujudan utuh dari sebuah entitas badan hukum perbankan,” jelas Dian.

Dengan keutuhannya, lanjut dia, maka berbagai jenis kegiatan usaha menjadi lebih dimungkinkan untuk dilaksanakan oleh BUS tersebut. Di sisi lain, Dian mengungkapkan, BUS tersebut masih dimungkinkan untuk memanfaatkan beberapa infrastruktur dari induknya melalui sinergi perbankan.

Dia memastikan tetap ada fleksibilitas kegiatan usaha sebagai suatu bank yang didukung oleh privilege sebagai entitas anak perusahaan.

“Ini diharapkan mampu mendorong pengembangan usaha BUS tersebut ke depannya sebagai bagian dari pengembangan perbankan syariah,” ungkap Dian.

Dalam kebijakan penguatan sektor jasa keuangan, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan OJK telah menerbitkan penyempurnaan POJK terkait pemisahan UUS. Hal itu baik untuk perbankan, perusahaan asuransi dan reasuransi, serta perusahaan penjaminan.

Ketentuan pemisahan tersebut dilakukan melalui POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) tanggal 12 Juli 2023. Regulasi tersebut mengatur pemisahan UUS dan penguatan UUS perbankan yang terdiri dari aspek penguatan permodalan (dana usaha), tanggung jawab pengembangan UUS yang melibatkan seluruh anggota direksi dan dewan komisaris BUK, pemanfaatan sumber daya BUK oleh UUS, serta kewajiban untuk menyusun rencana tindak penguatan UUS dalam rencana korporasi BUK induknya.

Selanjutnya POJK Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemisahan Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi untuk semakin memperkuat pengaturan dan pengawasan industri perasuransian.

“Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib melakukan pemisahan unit syariah apabila unit syariah telah memenuhi persyaratan seperti nilai dana tabarru dan dana investasi peserta unit syariah telah mencapai paling sedikit 50 persen dari total nilai dana asuransi,” jelas Mirza. 

Mirza mengatakan dana tabarru dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya serta ekuitas minimum unit syariah telah mencapai paling sedikit Rp 100 miliar bagi unit syariah perusahaan asuransi. Lalu sebanyak Rp 200 miliar bagi unit syariah perusahaan reassuransi.

Selain itu, OJK juga menerbitkan POJK Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pemisahan Unit Usaha Syariah Perusahaan Penjaminan.

Regulasi ini mengatur kewajiban bagi perusahaan penjaminan yang memiliki UUS untuk melakukan pemisahan UUS setelah memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan OJK berdasarkan nilai aset jika telah mencapai paling sedikit 50 persen dari total nilai aset perusahaan penjaminan induknya serta ekuitas minimum UUS Rp 25 miliar untuk kabupaten, Rp 50 miliar untuk provinsi, Rp 100 miliar untuk nasional.

“Diharapkan setelah tanggal 31 Desember 2031 sudah tidak ada lagi UUS yang beroperasi di industri penjaminan,” tutur Mirza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement