ISEN.ID, JAKARTA -- Keberpihakan terhadap sektor usaha ultra mikro dan UMKM menjadi perhatian khusus bagi Menteri BUMN Erick Thohir. Salah satu implementasinya dengan pembentukan Holding Ultra Mikro melalui PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) ke dalam PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI.
"Holding ini untuk melayani usaha ultra mikro dan UMKM secara terstruktur dengan memperluas jangkauan, memperdalam layanan keuangan formal dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan," ujar Wakil Menteri BUMN II Rosan Roeslani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Rosan menyampaikan Holding Ultra Mikro mendukung sustainable financing untuk meningkatkan ekonomi Indonesia melalui eskalasi kelas bisnis UMKM dengan penyediaan layanan keuangan yang lengkap, terintegrasi dan memenuhi kebutuhan pelaku usaha di segmen ultra mikro. Rosan menyebut Holding Ultra Mikro ini diarahkan untuk mendukung perkembangan ekonomi berkelanjutan bagi UMKM.
"Harapannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui eskalasi kelas UMKM agar dapat memasuki pasar Asia Pasifik," ucap Rosan.
Menurut Rosan, Kementerian BUMN juga mendorong Holding Ultra Mikro menjadi katalis pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dengan memberdayakan dan memperluas akses layanan perbankan yang setara kepada masyarakat unbanked dan underbanked. Rosan menilai kehadiran holding ini memberikan dampak finansial, sosial, dan ekonomi para nasabah cukup signifikan.
Sejak terbentuk pada 13 September 2021 hingga akhir Juni 2023, Rosan sampaikan, Holding Ultra Mikro telah berhasil mengintegrasikan lebih dari 36 juta nasabah pinjaman dan 162 juta nasabah simpanan mikro. Akses pembiayaan atau pinjaman terhadap segmen ultra mikro tersebut akan terus ditingkatkan hingga 45 juta nasabah pada 2024.
Rosan menyampaikan Holding Ultra Mikro terus memperluas kehadiran outlet Sentra Layanan Ultra Mikro (SenyuM) yang saat ini telah mencapai lebih dari 1.013 unit di seluruh Indonesia. Hal ini bertujuan meningkatkan inklusi keuangan dan memperluas akses terhadap penyediaan layanan finansial bagi nasabah ultra mikro.
"Sebagai essential hub dalam penyediaan layanan BRI, Pegadaian, dan PNM dalam satu pintu," lanjut Rosan.
Selain Holding Ultra Mikro, lanjut Rosan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) juga menjadi salah satu contoh inovasi yang mendukung sustainable financing. Hal ini merupakan inovasi mengembangkan industri halal dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan syariah dunia.
"Merger ini juga dapat menjadi pendorong minat investasi masyarakat dalam memilih layanan perbankan yang berbasis syariah," sambung Rosan.
Per Maret 2023, Rosan mengatakan BSI memperoleh laba bersih sebesar Rp 1,46 triliun yang mengalami kenaikan 47,65 persen dibanding tahun sebelumnya. BSI juga terus berperan aktif dalam menyalurkan pembiayaan keuangan berkelanjutan sebesar Rp 51,46 triliun hingga Maret 2023 atau 24,13 persen dari total pembiayaan BSI, serta secara konsisten mengimplementasikan green economy melalui berbagai program socioeconomic seperti penempatan Mesin Penukar Botol/Reverse Vending Machine di 33 titik lokasi di Jabodetabek & Bali serta 10 Desa BSI dengan penerima manfaat sebanyak 3.066 orang dengan total penyaluran sebesar Rp 5,4 miliar.
"BSI menerapkan konsep sustainable financing berbasis syariah yang mengusung konsep keseimbangan finansial, sosial, dan spiritual," ujar Rosan.
Dari sisi spiritual, Rosan katakan, BSI mendukung program manajemen dan inovasi masjid, program Da’i, penyaluran zakat dan sebagainya. Dengan naiknya kontribusi zakat, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia dapat semakin memberikan nilai lebih bagi masyarakat dan penerima zakat sesuai asnaf.
"Sejalan dengan tujuan BSI menjadi bank syariah terkemuka di tingkat global, BSI bergerak memperluas dan mengembangkan layanannya dengan menggaet investor strategis dari Timur
Tengah dan beberapa negara Muslim lainnya," ucap Rosan.
Rosan berharap pola sustainable & innovative financing yang dilakukan BUMN ini dapat terus dikembangkan, salah satunya di wilayah negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan Indo-Pacific.
"Untuk itu, diperlukan platform inklusif bagi sektor publik, BUMN, dan swasta dari negara anggota ASEAN dan mitra untuk terlibat dalam diskusi yang konstruktif, mengidentifikasi potensi proyek yang nyata, dan menghasilkan kerja sama yang konkret dalam mempromosikan kolaborasi di Indo-Pasifik melalui AIPF," kata Rosan.