ISEN.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan OJK terus mengoptimalkan kinerja pembiayaan syariah melalui penguatan dan konsolidasi permodalan.
"Kami akan lebih mengoptimalkan kinerja pembiayaan syariah melalui penguatan dan konsolidasi permodalan serta membina sinergi dan mendorong industri yang kompetitif dan dinamis," kata Mirza dalam Pertemuan Tahunan atau Ijtima’ Sanawi Dewan Pengurus Syariah (DPS) XIX Tahun 2023 yang diikuti virtual di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
OJK memiliki tujuan untuk memperkuat posisi keuangan syariah Indonesia dalam lingkup pembiayaan syariah global yang lebih luas. Dalam upaya meningkatkan perkembangan keuangan syariah, OJK sebagai regulator jasa keuangan melakukan serangkaian langkah strategis.
"Hal ini menjawab peluang pertumbuhan besar yang ada di depan dan pentingnya memanfaatkan kekuatan kolektif kita untuk mencapai kehadiran internasional yang lebih menonjol," ujar Mirza.
Langkah strategis tersebut meliputi optimalisasi kinerja pembiayaan syariah melalui penguatan dan konsolidasi permodalan, penguatan keuangan syariah dengan menerapkan kebijakan kerangka tata kelola syariah pada industri dan membentuk komite pengembangan keuangan syariah, serta optimalisasi dana sosial syariah
"Dalam hal peningkatan peran jasa keuangan syariah dalam program keberlanjutan, optimalisasi dana sosial syariah sebagai sumber pembiayaan sektor UMKM sangat penting dalam percepatan inklusi keuangan syariah," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya akan mengakselerasi konsolidasi industri bank perekonomian rakyat (BPR)/BPR syariah untuk memperkuat ketahanan dan perluasan usaha bank tersebut.
OJK mendorong penggabungan usaha BPR/BPRS dengan kepemilikan yang sama, membentuk holding group bagi BPR/BPRS dengan kepemilikan yang sama, dan mendorong pembentukan anchor bank bagi BPR/BPRS milik pemerintah daerah.
OJK juga menerapkan kebijakan exit policy terhadap BPR/BPRS yang memiliki kinerja buruk dan tidak memberikan kontribusi terhadap perekonomian khususnya di daerah.
Per Desember 2022 jumlah BPR/BPRS se-Indonesia tercatat sebanyak 1.608 BPR/BPRS yang mengalami tren penurunan jumlah sejak 2015 yang tercatat sebanyak 1.800 BPR/BPRS. Penurunan 192 BPR/BPRS tersebut dipengaruhi oleh proses konsolidasi, pencabutan izin usaha dan likuidasi sendiri.
Pangsa pasar industri BPR didominasi oleh 95 BPR/BPRS dengan modal inti di atas Rp 50 miliar dengan total aset agregat mencapai 42,08 persen dari total aset industri BPR/BPRS. Adapun BPR dengan total aset tertinggi telah mencapai Rp 10,14 triliun.