Kamis 31 Oct 2024 15:56 WIB

Kapitalisme Vs Ekonomi Syariah dan Implikasinya pada ESG

Sistem ekonomi Islam berpedoman pada syariah dan fiqih.

Rep: Eva Rianti   / Red: Gita Amanda
Profesor & Sharjah Chair in Islamic Law & Finance, Durham University, Habib Ahmed (dua dari kiri), Profesor from International Islamic University Malaysia (IIUM) Moh. Aslam Haneff (dua dari kanan), dan Researcher from Institute of Developing Economics, JETRO, Japan Miki Hamada (paling kanan) saat mengisi materi dalam International Seminar on Islamic Economy and Finance ISEF Bank Indonesia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Foto:

Ekonomi Islam dan pembangunan keberlanjutan

Lebih lanjut, Habib mengorelasikan konsep ekonomi Islam dengan pembangunan berkelanjutan dalam hal lingkungan. Menurut sejumlah ulama, aspek lingkungan masuk di dalam maqashid

“Saya pikir perspektif Yusuf Qardhawi lingkungan memengaruhi semua lima maqashid yang terkait dengan manusia, dan dengan demikian perlindungan lingkungan menjadi aspek penting dari sistem ekonomi Islam,” kata dia. 

Habib menyebut, dalam buku Yusuf Qardhawi mengenai etika lingkungan, disebutkan bahwa ketika bicara tentang agen ekonomi dalam sistem ekonomi Islam, mereka menjadi apa yang disebut dengan homo islamicus, manusia diutus sebagai khalifah. Konsep khalifah sendiri diketahui merupakan pengelola, tidak hanya mengelola masyarakat, tetapi juga sumber daya alam (SDA). 

“Jadi menurut saya, dalam beberapa hal, inilah kerangka konseptual yang bis akita peroleh dari maqashid dalam konteks sistem ekonomi Islam. Fokus sistem ekonomi Islam adalah pengembangan manusia, baik sebagai tujuan maupun sebagai masukan,” tuturnya. 

Lebih lanjut, Habib mengatakan sebenarnya ada kemiripan antara kapitalisme dan sistem ekonomi syariah, yakni pada sistem modalnya. Namun, yang paling membedakan antara keduanya adalah adanya pertimbangan etika dimana pelaku ekonomi syariah bertindak sebagai khalifah. 

“Untuk memiliki sistem yang berkelanjutan, etis, dan inklusif, kita harus menyertakan etika agama. Sekarang, implikasinya di sini ialah bahwa jika Anda memiliki sistem ekonomi yang tidak menyertakan etika, dan hanya berfokus pada maksimalisasi keuntungan, kita tidak akan mampu memiliki pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement