Comfort Zone
Ronald menuturkan, belum ada data atau informasi kredibel mengenai peranan baru bank syariah sebagai nazir yang bisa menyumbangkan pertumbuhan (growth) yang besar bagi bank syariah. Misalnya ketika menilik satu produk dari bank syariah sebagai nazir, yakni cash waqf linked deposit (CWLD), wakaf uang berjangka yang diberikan oleh wakif secara langsung.
“Saya pernah dengar kritikan, salah satu bank syariah terbesar di Indonesia menawarkan CWLD, bekerja sama dengan ormas ekonomi syariah terbesar di Indonesia, itu (dana) Rp 10 miliar yang dikumpulkan, dan mereka cuma dapat Rp 30 juta untuk keuntungan ormas pengumpul wakaf. Jadi agak ngeluhnya di situ, bagi hasilnya enggak terlalu besar buat mereka, dibangkan effort-nya” ungkap Ronald.
Lebih lanjut, Ronald mengungkapkan bahwa dalam menjalankan peranan baru sebagai nazir, bank syariah di Indonesia belum begitu bergairah. Sebab, tidak terlalu banyak nilai tambah bagi bank syariah ketika menjadi nazir.
“Kalau menurut saya, kebiasaan bank syariah di Indonesia, bahkan di dunia juga sih, mereka wait and see, sistemnya lihat dulu ada yang berhasil baru jalanin,” terangnya.
Sehingga dengan kata lain, perlu ada yang berkorban terlebih dahulu untuk benar-benar menggeluti peranan sebagai nazir. Sehingga jika sukses dengan indikator menghasilkan keuntungan dalam data return on investment, bank-bank syariah lainnya kemungkinan akan mengikuti dan turut menjalankan peranan baru tersebut.
“Terkadang bank syariah ini kayak sudah nyaman dengan apa yang mereka lakukan sekarang, jadi tidak terlalu melihat mereka akan agresif juga untuk wakaf ini. Jadi tergantung pimpinan bank syariahnya nih apakah menilai sebagai suatu peluang yang akan dioptimalkan atau tidak,” jelasnya.