Berharap pada literasi dan inklusi
Potensi yang pertama dan utama, yang sering disebut-sebut, Indonesia adalah negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, secara statistik. Masalah yang muncul dan masih bertahan adalah literasi dan inklusi ekonomi syariahnya.
Bank Indonesia mengukur Indeks Literasi Eksyar nasional, terakhir tahun 2019. Hasilnya, hanya 16,3 persen dari skala 100 persen yang paham ekonomi syariah. OJK juga rutin melakukan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang didalamnya melaporkan indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah.
Pada 2024, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia adalah 39,11 persen dengan inklusi keuangan syariah adalah 12,88 persen. Bukan angka yang patut dibanggakan, tapi bisa dimaklumi.
Peneliti CSED INDEF, Murniati Mukhlisin mengatakan ada banyak sekali cara yang bisa dilakukan jika pemerintah mau serius garap literasi dan inklusi keuangan syariah. Ia menjabarkan mulai dari memudahkan aksesabilitas masyarakat pada lembaga keuangan syariah.
"Mungkin 100 hari pertama ini belum berasa, bahkan ekonomi syariah tidak jelas tertera dalam Asta Cita, tapi kita lihat 1.725 hari kedepan," katanya pada kesempatan yang sama.
Prabowo Gibran bisa mempertimbangkan, betapa mudahnya membangunkan raksasa tidur ekonomi syariah. Ada banyak sekali program yang sudah ada, yang butuh bensin political will pemerintah. Seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah, PNM Mekaar, Bank Wakaf Mikro, program sosial kemasyarakatan, hingga pemberdayaan masyarakat minoritas.
Prabowo Gibran juga bisa memberi karpet merah pada industri syariah untuk lebih dahulu menggara program-programnya, seperti Makan Bergizi Gratis, pembangunan infrastruktur, hilirisasi, swasembada, pendidikan dan lainnya.
Lihat postingan ini di Instagram